Sunday, February 16, 2014

2nd day eye-catching


having no idea while writing this.


pukul tujuh malam, di suatu rumah di jalan garuda, komplek yang tak jauh dari komplek rumahku, kita berkumpul kembali. aku datang terlambat, ya, satu jam sesudah acara dimulai. memang sungguh tak bisa aku datang tepat waktu meski tahu akan bertemu dia. sedangkan kak moh, fau dan riz yang ikut-ikut fau, sudah disana. aku menghampiri mereka. acara itu tak seperti acara resmi atau apapun. mengingat kita pernah berkemah bersama beberapa pekan lalu. kita jadi sering mengadakan acara sekedar berkumpul. tak ada tanda-tanda ada al disana. acara tetap berlanjut, aku masih asyik bermain game bersama teman-teman, tidak begitu mendengarkan arahan-arahan acara camping berikutnya. flappy bird, ya kita  terkena demam itu, demam flappy bird. hanya berharap camping selanjutnya al tetap ikut karena hanya itu alasanku tetap ikut berkumpul bersama genk camping ini. hanya itu.

dering berbunyi tanda jarum jam telah tiba di angka delapan. mereka datang, al datang. ada qata disana, dibelakang mereka. pandanganku tak terlepas dari laki-laki didepan qata itu, laki-laki tinggi berkulit putih dengan jaket baseball biru donker serta ransel di genggaman tangannya, berjalan bergabung dengan perkumpulan didepanku. aku memperhatikannya. bola mata hitamku tak terlepas satu cm pun dari langkah kakinya yang hanya sekitar dua meter didepanku. qata bersama satu sahabatnya, Celine, muncul dari belakang kerumunan laki-laki itu, menghampiriku, “sudah lama mba?” dia memanggilku begitu, mba march. entah memang mungkin qata adalah gadis jawa tulen yang memanggil orang yang agak jauh lebih tua dari dirinya dengan panggilan mba atau mas. “eh belum terlalu ta, kamu naik apa kesini?” aku baru sadar qata sudah duduk disebelahku. qata adalah adik bara, teman al. “naik mobil, sama mas bara dan yang lain mba,” qata masih melanjutkan percakapan diantara kami. tapi jantungku berdetak kencang saat qata masih sibuk menjawab pertanyaanku, dan al melihat tepat ke arah kami duduk. maaf ta, mba tidak memperhatikanmu berbicara, tapi teman mas mu yang terlalu gorgeous to stared at, itu yang malah jadi satu-satunya perhatianku malam ini. entah. aku salah tingkah. sangat bodoh. aku langsung berganti menatap qata. “ooh hehe yasudah kamu ambil makan malam dulu gih,” aku menyuruh qata makan. dan ternyata saat qata pergi ke meja bundar besar disana, aku curi-curi menoleh ke arah al dan teman-temannya duduk. al ikut menoleh ke arahku, lagi. tuhan, aku hentikan waktu untuk saat itu saja, lima detik saja.

tak kuasa aku menahan tatapan itu larut dengan sendirinya di hadapanku, aku dengan cepat segera mengalihkan pandangan. fau, bantu aku... aku memohon dalam benak. dan entah mengapa malah menghampiri fau yang sedang main PES di ruang tengah. ternyata bukan giliran fau main, baiklah, aku lebih baik mengobrol dengannya dari pada harus mati gaya catched eye with that gorgeous one.

fau ada dia ya?” tanpa menunjuk atau menoleh memperlihatkan dimana al, fau mengangguk.
“iya, udah lihat belum?”
“udah cukup.........”

aku menceritakan kejadian itu pada fau. fau hanya tertawa dan tidak membantu apa-apa. hanya mendengarkan dan menyeringai seniri. sungguh benci aku kepada sobat kecilku itu. tak bisakah fau membantuku meski hanya sikit saja? huh mengapa ini menjadi sedikit rumit. aku hendak pulang saja lah.....

“dia gak asik ah al kayaknya,” kalimat itu menghentikan langkahku yang henak meninggalkan fau.
“hah?” aku sekaligus bingung mengapa pula tiba-tiba muncul riz duduk disebelah fau?
“iya kerjaannya ngerjain orang melulu,” riz nyeletuk. tak masalah dengan riz. aku kenal baik dengannya.

aku hanya mengerutkan kedua alisku, lalu meninggalkan mereka berdua. bukan karena riz tiba-tiba muncul, melainkan karena mengapa mereka berkata seperti itu tentang al? aku pun kembali duduk bersama qata. dan tidak berminat untuk mencuri pandang lagi. namun, apa daya, aku yang tak mau menoleh ke arah kerumunan di depanku itu, sialnya malah mereka yang datang menghampiri sendiri. ya, al dan bara menghampiri mejaku. menghampiriku, qata dan celine yang sedang asyik mengobrol. aku mematung. hendak mengambil apapun gadget yang ada di meja itu, berpura-pura sibuk dengan itu, atau mungkin minum segelas soda, teh atau kopi. bingung harus menatap siapa. hanya ada bara dan al, hampir tiga puluh cm tak jauh dari bangku aku duduk. mereka berdiri disana. yang satu berbadan tinggi putih, yang satunya lagi agak tan, sama tingginya namun lebih berisi.

“ta, kamu mau pulang jam berapa? mas gak lama-lama kok disini,” bara langsung bertanya kepada adik manisnya itu.
aku hanya berani menatap qata yang berada disebelah serong kanan meja. celine yang sibuk dengan novelnya hanya melirik sekali-sekali saja.
“hmm mas udah mau pulang?” qata malah bertanya balik.
“ya engga sih, kalau kamu masih lama ndak papa, mas kebawah dulu sama mas al ya,” bara melirik al, yang dilirik segera mengangguk. maksudnya akan ke bawah.
aku yang sudah cukup lama mematung penasaran, memberanikan diri menoleh agak tinggi ke arah mereka berdua, al dan bara.
“eh ini siapa ta? ga dikenalin ke mas?”

glek. bara yang menatapku setelah menatap adiknya itu akhirnya mengajakku masuk alam percakapan yang padahal bukan hal yang penting. disusul dengan al yang memperhatikan dari tadi. dari tadi? al menatapku? aku sumpah, tidak berani untuk melihat matanya lagi.

“bukannya kamu temennya moh?” astaga, dia mengajakku berbicara? dia bertanya padaku kah? kak moh, mengapa ia menyebut namamu? aku hilang kesadaran. aku bahkan tidak bisa mencerna apa yang ia tanyakan barusan. aku memasang tampang bingung. sungguh bodoh.
“ah iya apa al?” bara bingung karena aku tidak langsung mengangguk saat al bertanya tadi.
“iya soalnya dia sama kak moh terus deh perasaan. emang bukan ya?” al turut bingung karena aku masih melongo. bodoh.
aku tak mengeluarkan satu patah katapun. aku hanya mengangguk tersenyum.
“tuhkan!” al menyenggol bahu bara.
qata akhirnya ikut menimpal, “iya mas mba march temennya kak moh, fau sama riz juga.”
“mas cuma kenal moh doang ta, mungkin fau sama riz temen kompleknya ya? al aja nih yang tiba-tiba tau aja temen kamu ini temennya moh,” bara menyeringai.
“eh apaan sih haha,” al mengangkat bahu.

percakapan itu ditutup dengan ajakan bara dan al untuk menonton futsal dihalaman depan. aku tak berani menerima ajakannya. alhasil hilanglah kesempatanku mengenal al. al hanya tersenyum. begitu juga dengan bara.

“yaudah kita kebawah dulu ya,” al terus menatapku.
“oh ya, panggil mas ya ta kalo udah mau pulang, mas dihalaman depan kok,” bara melambaikan tangan.

aku masih menatap punggung al, yang hilang menuruni tangga. kaus putih itu entah mengapa sangat berbeda dengan kaus putih lainnya yang ada di dunia ini. begitu juga dengan mata itu.

"bar, tadi namanya march?"
bara hanya tersenyum menyeringai menatap al.

No comments:

Post a Comment