awalnya teman.
setelah itu aku merasa mereka lah dimana tempat ternyaman.
dimana bisa menjadi diri sendiri.
dimana orang sangat menerima kita apa adanya, begitu pun kita.
sempat bersyukur memiliki mereka.
mungkin ini rasanya memiliki abang, atau kakak laki-laki.
dilindungi.
tapi ternyata tak sejauh itu.
waktu merubah semuanya.
mereka berubah menjadi seperti halnya teman.
seperti lazimnya teman.
hari ini, untuk hampir ketiga kalinya aku meminta bertemu,
mereka tidak ada disana.
terima kasih, teman. :)
Friday, February 28, 2014
Friday, February 21, 2014
books.
malam ini, detik ini, pukul 22:56 ya gak tahu lah ya detik ke berapa, gue baru pulang main sama salah satu sahabat gue, ya sebut aja puspa. jalan biasa, ke mall deket rumah, makan, nonton, ke toko buku, OMG ada satu hal yang gue lupa.. ke warehouse! padahal temen gue nitip something, omg i'm really sorry bell :( sebenarnya ini adalah bulan-bulan sibuk yang gue hambur-hamburkan dengan membaca novel sepanjang hari luang. bukannya malah ngerjain modul-modul un atau pendalaman materi. entahlah, mungkin belum menemukan waktu yang nyaman untuk berjuang untuk ujian-ujian itu. karena buku-buku itu (not that kind of national exam & sejenisnya) sangat menggiurkan. oh novels, im in love with you.
dan akhir-akhir ini gue lagi sering dadakan main sama puspa gitu. ya fyi nih ya, di harddisknya terdapat lebih dari 600 movies yang-gue-gak-ngerti-lagi-gimana-caranya-bisa-gitu, bisa-sebanyak-itu.. oh lordd, lucky her. sayangnya gue gak begitu tergiur karena sekarang gue lagi ngiler banget sama yang namanya novel. especially for the author named tere liye. oh you guys should know him, banget. eh, i mean you guys should read all of his book, banget. pake banget. ihhh parah deh addict banget gue sekarang! dan barusan, hari ini, gue baru beli lagi buku judulnya the tourist. kali ini bukan tere liye, hihi maaf om darwis! habisan tuh ya kentang banget kalo lo ke toko buku dan gak ada satu pun buku yang lo beli, bukan karena malu cuma lihat-lihat, tapi terlalu bahagia mengapa banyak manusia hebat yang bisa menulis buku hebat pula, dan itu adalah salah besar kalau lo gak beli satu dari ribuan bahkan jutaan those beautiful books.
how about i like books better than people? LOL
ah i guess you couldn't agree more, boys who love reading books are cute, no matter what. dan yaaaaaaaaaaaaaaa ada sih temen sekelas gue, tere liye abis juga same with me. tapi ya kayanya jangan dia jugaaaaaaaa :( fi, i'm just kidding.
WELL AGREED! ``books are the blessed chloroform of the mind.`` —robert chambers
terus sekarang ceritanya puspa beralih juga ke buku. yeaa, apa salahnya? man, itu cool banget fix. gue gak tahu nih, sangat terdoktrin. tapi terimakasih Tuhan, untuk menciptakan makhluk yang amat sempurna dengan kemampuannya masing-masing, termasuk merangkai kata menjadi tulisan, tulisan menjadi cerita, cerita menjadi buku, dan buku merubah segalanya menjadi kadang, nyata. :)
we lose ourselves in books, we find ourselves there too.
they let you travel without moving your feet.
there is part of the beauty of litterature, you cover the happiness that your longings are universal longings. that's you're not lonely and isolated from anyone. you belong.
satu lagi, perhaps you can't buy happiness, but you can buy books and that's kind of the same thing. luvs.
we lose ourselves in books, we find ourselves there too.
they let you travel without moving your feet.
there is part of the beauty of litterature, you cover the happiness that your longings are universal longings. that's you're not lonely and isolated from anyone. you belong.
satu lagi, perhaps you can't buy happiness, but you can buy books and that's kind of the same thing. luvs.
look.
saat buku berbicara, saat tulisan mewakilkan semua perasaan, saat kata terukir indah menyadarkan semua.
Sunday, February 16, 2014
2nd day eye-catching
having no idea while writing this.
pukul tujuh malam, di suatu rumah
di jalan garuda, komplek yang tak jauh dari komplek rumahku, kita berkumpul kembali. aku
datang terlambat, ya, satu jam sesudah acara dimulai. memang sungguh tak bisa
aku datang tepat waktu meski tahu akan bertemu dia. sedangkan kak moh, fau dan
riz yang ikut-ikut fau, sudah disana. aku menghampiri mereka. acara itu tak
seperti acara resmi atau apapun. mengingat kita pernah berkemah bersama
beberapa pekan lalu. kita jadi sering mengadakan acara sekedar berkumpul. tak
ada tanda-tanda ada al disana. acara tetap berlanjut, aku masih asyik bermain
game bersama teman-teman, tidak begitu mendengarkan arahan-arahan acara camping
berikutnya. flappy bird, ya kita terkena
demam itu, demam flappy bird. hanya berharap camping selanjutnya al tetap ikut karena hanya itu alasanku tetap ikut berkumpul bersama genk camping ini. hanya itu.
dering berbunyi tanda jarum jam
telah tiba di angka delapan. mereka datang, al datang. ada qata disana, dibelakang mereka. pandanganku tak terlepas dari laki-laki didepan qata itu, laki-laki tinggi berkulit putih dengan
jaket baseball biru donker serta ransel di genggaman tangannya, berjalan bergabung
dengan perkumpulan didepanku. aku memperhatikannya. bola mata hitamku tak terlepas satu cm pun dari langkah kakinya yang hanya sekitar dua
meter didepanku. qata bersama satu sahabatnya, Celine, muncul dari belakang kerumunan
laki-laki itu, menghampiriku, “sudah lama mba?” dia memanggilku begitu, mba march. entah
memang mungkin qata adalah gadis jawa tulen yang memanggil orang yang agak jauh lebih
tua dari dirinya dengan panggilan mba atau mas. “eh belum terlalu ta, kamu naik apa
kesini?” aku baru sadar qata sudah duduk disebelahku. qata adalah adik bara, teman al. “naik mobil, sama mas bara dan yang lain mba,” qata masih melanjutkan
percakapan diantara kami. tapi jantungku berdetak kencang saat qata masih sibuk
menjawab pertanyaanku, dan al melihat tepat ke arah kami duduk. maaf ta, mba tidak
memperhatikanmu berbicara, tapi teman mas mu yang terlalu gorgeous to stared at, itu yang malah jadi satu-satunya perhatianku malam ini. entah. aku salah tingkah. sangat bodoh. aku langsung
berganti menatap qata. “ooh hehe yasudah kamu ambil makan malam dulu gih,” aku
menyuruh qata makan. dan ternyata saat qata pergi ke meja bundar besar disana,
aku curi-curi menoleh ke arah al dan teman-temannya duduk. al ikut menoleh ke
arahku, lagi. tuhan, aku hentikan waktu untuk saat itu saja, lima detik saja.
tak kuasa aku menahan tatapan itu
larut dengan sendirinya di hadapanku, aku dengan cepat segera mengalihkan
pandangan. fau, bantu aku... aku
memohon dalam benak. dan entah mengapa malah menghampiri fau yang sedang main PES di
ruang tengah. ternyata bukan giliran fau main, baiklah, aku lebih baik
mengobrol dengannya dari pada harus mati gaya catched eye with that gorgeous one.
“fau ada dia ya?” tanpa menunjuk atau menoleh memperlihatkan dimana
al, fau mengangguk.
“iya, udah lihat belum?”
“udah cukup.........”
aku menceritakan kejadian itu
pada fau. fau hanya tertawa dan tidak membantu apa-apa. hanya mendengarkan dan
menyeringai seniri. sungguh benci aku kepada sobat kecilku itu. tak bisakah fau
membantuku meski hanya sikit saja? huh mengapa ini menjadi sedikit rumit. aku hendak pulang saja lah.....
“dia gak asik ah al kayaknya,”
kalimat itu menghentikan langkahku yang henak meninggalkan fau.
“hah?” aku sekaligus bingung
mengapa pula tiba-tiba muncul riz duduk disebelah fau?
“iya kerjaannya ngerjain orang
melulu,” riz nyeletuk. tak masalah dengan riz. aku kenal baik dengannya.
aku hanya mengerutkan kedua
alisku, lalu meninggalkan mereka berdua. bukan karena riz tiba-tiba muncul, melainkan karena mengapa mereka berkata seperti itu tentang al? aku pun kembali duduk bersama qata. dan tidak berminat untuk mencuri pandang
lagi. namun, apa daya, aku yang tak mau menoleh ke arah kerumunan di depanku itu, sialnya malah mereka yang datang menghampiri sendiri. ya, al dan bara menghampiri mejaku. menghampiriku, qata dan celine yang sedang asyik mengobrol. aku mematung. hendak mengambil
apapun gadget yang ada di meja itu, berpura-pura sibuk dengan itu, atau mungkin minum segelas soda, teh atau kopi. bingung harus menatap siapa. hanya ada bara dan al, hampir tiga puluh cm tak
jauh dari bangku aku duduk. mereka berdiri disana. yang satu berbadan tinggi putih, yang satunya lagi agak tan, sama tingginya namun lebih berisi.
“ta, kamu mau pulang jam berapa?
mas gak lama-lama kok disini,” bara langsung bertanya kepada adik manisnya itu.
aku hanya berani menatap qata yang berada
disebelah serong kanan meja. celine yang sibuk dengan novelnya hanya melirik sekali-sekali saja.
“hmm mas udah mau pulang?” qata
malah bertanya balik.
“ya engga sih, kalau kamu masih
lama ndak papa, mas kebawah dulu sama mas al ya,” bara melirik al, yang dilirik
segera mengangguk. maksudnya akan ke bawah.
aku yang sudah cukup lama
mematung penasaran, memberanikan diri menoleh agak tinggi ke arah mereka
berdua, al dan bara.
“eh ini siapa ta? ga dikenalin ke
mas?”
glek. bara yang menatapku setelah
menatap adiknya itu akhirnya mengajakku masuk alam percakapan yang padahal
bukan hal yang penting. disusul dengan al yang memperhatikan dari tadi. dari
tadi? al menatapku? aku sumpah, tidak berani untuk melihat matanya lagi.
“bukannya kamu temennya moh?”
astaga, dia mengajakku berbicara? dia bertanya padaku kah? kak moh, mengapa ia menyebut namamu? aku hilang kesadaran. aku
bahkan tidak bisa mencerna apa yang ia tanyakan barusan. aku memasang tampang
bingung. sungguh bodoh.
“ah iya apa al?” bara bingung
karena aku tidak langsung mengangguk saat al bertanya tadi.
“iya soalnya dia sama kak moh
terus deh perasaan. emang bukan ya?” al turut bingung karena aku masih melongo. bodoh.
aku tak mengeluarkan satu patah
katapun. aku hanya mengangguk tersenyum.
“tuhkan!” al menyenggol bahu
bara.
qata akhirnya ikut menimpal, “iya
mas mba march temennya kak moh, fau sama riz juga.”
“mas cuma kenal moh doang ta,
mungkin fau sama riz temen kompleknya ya? al aja nih yang tiba-tiba tau aja
temen kamu ini temennya moh,” bara menyeringai.
“eh apaan sih haha,” al
mengangkat bahu.
percakapan itu ditutup dengan
ajakan bara dan al untuk menonton futsal dihalaman depan. aku tak berani
menerima ajakannya. alhasil hilanglah kesempatanku mengenal al. al hanya
tersenyum. begitu juga dengan bara.
“yaudah kita kebawah dulu ya,” al
terus menatapku.
“oh ya, panggil mas ya ta kalo
udah mau pulang, mas dihalaman depan kok,” bara melambaikan tangan.
aku masih menatap punggung al,
yang hilang menuruni tangga. kaus putih itu entah mengapa sangat berbeda dengan
kaus putih lainnya yang ada di dunia ini. begitu juga dengan mata itu.
"bar, tadi namanya march?"
bara hanya tersenyum menyeringai menatap al.
Sunday, February 09, 2014
an un-planned camping?
malam itu kak moh dan fau memanggilku dari depan teras, aku yang sedang menonton movie-series beranjak menuju kamar, berganti baju lalu membukakan pintu, melongok, "waalaikumsalam kak mohh, fauu." entah, memang aku sering bertemu fau tapi tidak dengan kak moh.
"kamu mau ikut camping nggak, march?" fau memulai pembicaraan lagi setelah kita asyik dengan kehidupan dunia maya kita masing-masing, tapi aku lebih memilih berkutat dengan buku saja.
"eh?" aku berpaling dari buku novelku.
fau dan aku adalah sahabat kecil yang entah mengapa dipertemukan tidak lain sebab bertinggal di komplek yang sama, meski berbeda hampir sepuluh gang, tapi mungkin takdir menginginkan pertemanan kita berlanjut sampai detik ini. aku adalah empat bersaudara yang tidak lain adalah empat perempuan sekawan sedang fau adalah tujuh bersaudara, lima bocah laki-laki dan dua perempuan. aku mengenal semua kakak dan adiknya, sebaliknya ia juga mengenal tiga saudaraku. fau sangat baik. entah, aku hanya tidak pernah berteman dengan bocah laki-laki sebaik dirinya. sedangkan kak moh, aku tak tahu sejak kapan aku mengenalnya, dari fau lah kak moh jadi sering ikut kita berpergian atau hanya berkumpul, bermain.
"res ikut?" aku menyebut sahabat kecilku yang lain, yang sangat tomboi. meski berbeda komplek denganku, tapi ia masih teman bermain kita. aku hendak mengambil jus apel beberapa jenak lalu kembali lagi ke teras. sambil membawa monopoli, merapihkannya, siap-siap bermain.
"kayaknya res ngga ikut," kak moh melanjutkan percakapan, sambil menyeduh jus segar itu.
"loh? kok?" aku menatap laki-laki berusia 19 itu.
"iya udah kebanyakan orangnya, cuma cukup dua orang lagi." kak moh menjawab, sekarang fau tidak lagi bermain fifa diiphonenya, menatap kita berdua.
"iya march, makanya kita kesini." fau menimpal.
"pas gue ngajak fau, eh dia bilang suruh ajak lo aja al, katanya dia gak mau sendirian. lagian gue juga bingung mau ngajak siapa lagi. gue kira lo berdua pasti mau ikut." kak moh menjabarkannya sambil membagi-bagikan uang dari bank monopoli.
"mau kok!" aku memberikan jawaban. menata-nata pion.
"tapi kita bakal ga kenal siapa siapa march..." fau meragu. ikut mengambil pion nya yang berbentuk peselancar.
"hah?" aku bingung, memalingkan perhatianku dari papan monopoli.
"iya sebenarnya kan ini acara kampus gua, tapi boleh ngajak yang lain, tapi terbatas." kak moh menambahkan lagi.
"yaaahhhhhh kok gitu kak," aku ber-yah ria setelah mengerti semuanya. padahal baru mau memulai permainan karena semua kartu dan uang sudah siap.
"iya maaf ya, march, kakak baru ngabarin sekarang, habisan sobat kecil kau ini sulit kali dihubungi." kak moh melirik fau, yang dilirik hanya menyeringai sambil mengacungkan dua jari ke atas, meminta damai.
"lebih sibuk mana sama aku, fau?" aku membantah dengan muka memelas campur mengemis keprihatinan.
"iya udah kebanyakan orangnya, cuma cukup dua orang lagi." kak moh menjawab, sekarang fau tidak lagi bermain fifa diiphonenya, menatap kita berdua.
"iya march, makanya kita kesini." fau menimpal.
"pas gue ngajak fau, eh dia bilang suruh ajak lo aja al, katanya dia gak mau sendirian. lagian gue juga bingung mau ngajak siapa lagi. gue kira lo berdua pasti mau ikut." kak moh menjabarkannya sambil membagi-bagikan uang dari bank monopoli.
"mau kok!" aku memberikan jawaban. menata-nata pion.
"tapi kita bakal ga kenal siapa siapa march..." fau meragu. ikut mengambil pion nya yang berbentuk peselancar.
"hah?" aku bingung, memalingkan perhatianku dari papan monopoli.
"iya sebenarnya kan ini acara kampus gua, tapi boleh ngajak yang lain, tapi terbatas." kak moh menambahkan lagi.
"yaaahhhhhh kok gitu kak," aku ber-yah ria setelah mengerti semuanya. padahal baru mau memulai permainan karena semua kartu dan uang sudah siap.
"iya maaf ya, march, kakak baru ngabarin sekarang, habisan sobat kecil kau ini sulit kali dihubungi." kak moh melirik fau, yang dilirik hanya menyeringai sambil mengacungkan dua jari ke atas, meminta damai.
"lebih sibuk mana sama aku, fau?" aku membantah dengan muka memelas campur mengemis keprihatinan.
fau sekarang masih
duduk di kelas dua sedangkan aku diatasnya satu tahun, hanya hitungan bulan
aku sudah akan angkat kaki dari sma. kak moh yang merasa paling tua di teras
itu hanya bisa berdeham.
aku memutuskan untuk ikut, meski harus melewatinya dengan banyak orang yang sama sekali tidak kukenali, mungkin hanya sepuluh dari seratus perbandingannya. aku, fau, dan kak moh mulai packing tiga hari kemudian. kak moh berpesan, tentang barang-barang seperti tenda dan alat kemah lainnya tak usah dipikirkan olehku apalagi fau, kita hanya perlu menyiapkan barang-barang pribadi.
to be continued. ^^
Saturday, February 01, 2014
a close stranger
and hey i had haven't told you this, it's funny to type your name on keyboard, zaq.
you realised me, you just could always make me laugh by any usual thing. :)
xx
sincerelly, may
when things lately happen to you
like you know, words from people nowadays are followed by people that hear that then heard by people around another side of it and just repeat then repeat again. and those are happen to you. like you already know that words and just ignore it then it accidentally hits you actually. so lemme show you that's when..
you hate it when people think you like someone when you clearly just don't.
you hate it when your favorite song comes on, as you pull into the driveway.
you feel like if you turn on the lights, you will be safe from anything.
you push those little buttons on the lids of fast-foods drinks.
you laugh until people get hurt, then stop when you realize it's serious.
you are irritate by your bestfriend, teasing with your crush.
you hate it when parents get serious about something funny you tell them.
you hate it when parents get serious about something funny you tell them.
you hate when you tell a guy to shut up and they copy you in higher voice.
you pretend to sleep when your parents come in.
you;re always get tired no matter how much sleep you get.
so please don't get more than these.
``ibu,
usiaku dua puluh dua,
selama ini tidak ada yang mengajariku
tentang perasaan-perasaan,
tentang salah paham,
tentang kecemasan,
tentang bercakap dengan seorang yang diam-diam kaukagumi.
tapi sore ini,
meski dengan menyisakan banyak pertanyaan,
aku tahu,
ada momen penting dalam hidup kita
ketika kau benar-benar merasa ada sesuatu yang terjadi di hati.
sesuatu yang tidak pernah bisa dijelaskan.
sayangnya,
sore itu juga menjadi sore perpisahanku,
persis ketika perasaan itu mulai muncul kecambahnya.``
usiaku dua puluh dua,
selama ini tidak ada yang mengajariku
tentang perasaan-perasaan,
tentang salah paham,
tentang kecemasan,
tentang bercakap dengan seorang yang diam-diam kaukagumi.
tapi sore ini,
meski dengan menyisakan banyak pertanyaan,
aku tahu,
ada momen penting dalam hidup kita
ketika kau benar-benar merasa ada sesuatu yang terjadi di hati.
sesuatu yang tidak pernah bisa dijelaskan.
sayangnya,
sore itu juga menjadi sore perpisahanku,
persis ketika perasaan itu mulai muncul kecambahnya.``
i'm fallin' deep in this things
idkkkkkkkkkkk i'm just falling in love, with novels.
kapan terakhir kali kita memeluk ayah kita? menatap wajahnya, lantas bilang kita sungguh sayang padanya? kapan terakir kali kita bercakap ringan, tertawa tergelak, bercengkerama, lantas menyentuh lembut tangannya, bilang kita sungguh bangga padanya?
aku sedang berkutat dengan buku menakjubkan ini sejak tadi malam. membacanya dengan menyambi melakukan apapun, menonton televisi, sarapan, makan malam, menikmati teh atau cokelat hangat pemberian ibu, mendengarkan musik dan kegiatan lazim lainnya yang kita lakukan diakhir pekan. tuntutan sekolah yang memberatkan hari kita, membuat akhir pekan ini menjadi satu-satunya waktuku untuk bersama mereka. tulisan-tulisan tere liye yang amat membuat pembacanya tersanjung inilah yang selalu aku pilih. meski harus bertukar buku dengan teman seperjuangan, karena semua milikku telah habis kubaca, lalu milik farislah yang sedang aku baca sekarang. ayahku (bukan) pembohong bukan buku yang tadinya kumaksud, daun yang jatuh tak pernah membenci anginlah yang sebenarnya hendak kubaca.
sore itu di depan rumah faris.
"please, ris, daun yang jatuh tak pernah membenci angin dong mau." aku memaksa faris dengan nada merengek. aku tahu ia tidak akan lupa dengan kesepakatan itu. aku berani merengek karena kita sudah sepakat bertukar buku, macam jaman dulu saja ber-barter. ia pun telah memegang milikku satu, kau, aku dan sepucuk angpau merah. oh ya, negeri para bedebahku juga masih ia simpan entah sempat ia baca atau tidak.
"iya, maaf maaf, ini juga mau gua cariin sabar tunggu dulu ya." faris meninggalkanku masuk kedalam rumah.
kita berdua baru pulang sehabis latihan senam untuk ujian praktek pekan depan. pak own entah mengapa memilih senam untuk dijadikan materinya. dan aku harus bersusah payah ikut pulang bersama faris karena ia lupa akan janjinya, entah lupa atau apa, ia hanya beralasan sulit mencari buku itu.
kita berdua baru pulang sehabis latihan senam untuk ujian praktek pekan depan. pak own entah mengapa memilih senam untuk dijadikan materinya. dan aku harus bersusah payah ikut pulang bersama faris karena ia lupa akan janjinya, entah lupa atau apa, ia hanya beralasan sulit mencari buku itu.
beberapa jenak faris kembali ke teras, "ayahku (bukan) pembohong aja ya?"
aku menoleh, "daun yang jatuh tak pernah membenci anginnya nggak ada?"
faris jengkel. "sini deh masuk, kan udah gua bilang tadi, liat lemari gua ribet banget nyarinya." aku dibawa masuk, menuju lemari yang selalu ia sebut amat sulit mencari buku didalamnya itu. lemari itu ternyata benar, namun mirip seperti milik ayah dirumah tapi ini agak lebih besar dan sedikit amburadul.
"hehe..." aku menyeringai.
faris menatapku bete, "mau cari sendiri?"
aku menggeleng. ia mengejekku? akhirnya aku pulang dengan membawa dua miliknya, ayahku (bukan) pembohong dan burlian. ah aku ingat faris sempat mengatakan ini saat diruang tamu tadi sore, "gua kira gua doang yang ngikutin tere liye dari smp, ternyata lu juga, al?" aku hanya menaikkan pundak, "orang gue baru suka pas pertama kali beli negeri para bedebah, setelah itu, jatuh cinta haha."
Subscribe to:
Comments (Atom)


